Selasa, 09 Februari 2016

MAKALAH TENTANG MASALAH LINGKUNGAN FISIK DI KELURAHAN KALIABANG TENGAH, BEKASI UTARA.


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Perumahan dan pemukiman adalah dua hal yang tidak dapat kita pisahkan dan berkaitan erat dengan aktivitas ekonomi, industrialisasi dan pembangunan. Pemukiman dapat diartikan sebagai perumahan atau kumpulan rumah dengan segala unsur serta kegiatan yang berkaitan dan yang ada di dalam pemukiman. Pemukiman dapat terhindar dari kondisi kumuh dan tidak layak huni jika pembangunan perumahan sesuai dengan standar yang berlaku, salah satunya dengan menerapkan persyaratan rumah sehat. Dalam pengertian yang luas, rumah tinggal bukan hanya sebuah bangunan(struktural), melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-syaratkehidupan yang layak, dipandang dari berbagai segi kehidupan.
Pemukiman kumuh adalah pemukiman yang tidak layak huni karena tidak memenuhi persyaratan untuk hunian baik secara teknis maupun non teknis. Suatu pemukiman kumuh dapat dikatan sebagai pengejawantahan dari kemiskinan, karena pada umumnya di pemukiman kumuhlah masyarakat miskin tinggal dan banyak kita jumpai di kawasan perkotaan.
Kemiskinan merupakan salah satu penyebab timbulnya pemukiman kumuh di kawasan perkotaan. Pada dasarnya kemiskinan dapat ditanggulangi dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan, peningkatan lapangan pekerjaan, dan pendapatan kelompok miskin serta peningkatan pelayanan dasar bagi kelompok miskin. Peningkatan pelayanan dasar ini dapat diwujudkan dengan peningkatan air bersih, sanitasi, penyediaan serta usaha perbaikan perumahan dan lingkungan pemukiman pada umumnya.
Metode penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana tingkat kekumuhan pemukiman yang terdapat di wilayah Kaliabang Tengah dan usaha apa saja yang dapat dilakukan demi perbaikan pemukiman wilayah tersebut.

B.   Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut diantaranya meliputi :
  • Pertumbuhan kepadatan penduduk yang makin tinggi dapat menyebabkan kondisi fisik lingkungan semakin menurun, sedangkan kemampuan masyarakat untuk memperbaiki kualitas lingkungan bila terjadi kerusakan adalah kecil sekali.
  • Keadaan sosial ekonomi yang relatif rendah diduga merupakan penyebab timbulnya berbagaimacam penyakit sosial yang berkembang di masyarakat.
  • Kecilnya pengawasan dari aparat pemerintah dalam hal menangani lingkungan permukiman kumuh yang sesuai dengan kondisi dan perubahan kota.

C.   Tujuan Penelitian
Tujuan kajian ini adalah untuk menghasilkan rumusan kebijakan yang diharapkan dapat menjadi landasan penanganan kawasan permukiman rumah kumuh di Kota Bekasi Utara, tepatnya di wilayah Kaliabang Tengah untuk mewujudkan wilayah yang nyaman secara fisik, aman dari bencana, dan layak untuk hidup (Livable), serta berkelanjutan secara lingkungan. Secara teknis tujuan kajian penataan perumahan kumuh ini adalah sebagai berikut :
  • Mengetahui pengertian dan karakteristik pemukiman kumuh.
  • Mengetahui sebab dan proses terbentuknya pemukiman kumuh.
  • Mengetahui masalah-masalah yang timbul akibat pemukiman kumuh.
  • Memperoleh gambaran terstruktur tentang adanya perumahankumuh.
  • Mengetahui permasalahan keberadaan perumahan kumuh.
  • Diperolehnya rekomendasi dan model penataan perumahan kumuh mendatang di wilayah Kaliabang Tengah.

D.   Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari kajian Penataan Rumah Kumuh di Kota Bekasi Utara ini adalah :
  • Bagi pemerintah Kota Bekasi diharapkan hasil studi ini dapat merupakan masukan dalam menentukan kebijakan perkotaan, terutama dalam rangka mengatasi masalah penanganan dan penataan rumah kumuh yang semakin meningkat jumlahnya karena bila dibiarkan akan menambah permasalahan kota, sedangkan cara pemecahan yang paling baik dan bijaksana sangat sulit dilakukan karena ini menyangkut kelangsungan hidup masyarakat bawah,kerawanan sosial, dan tentunya memerlukan biaya yang sangat mahal.
  • Bagi masyarakat diharapkan akan tercipta suatu tempat bermukim yang bersih, sehat, teratur dan menciptakan suatu kelangsungan hidup yang aman, hijau dan bermartabat sesuai dengan visi Kota Bekasi Utara.
E.    Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian dari Kajian Penataan Rumah di Kota Bekasi Utara, tepatnya wilayah Kaliabang Tengah akan meliputi hal-hal sebagai berikut :
  • Mengidentifikasi tentang pengertian perumahan kumuh, serta membatasi kawasan-kawasan mana yang dikategorikan rumah kumuh.
  • Survei dilakukan untuk memperoleh data primer dan sekunder tentang lingkungan kawasan rumah kumuh di Kota Bekasi Utara dengan melalui survei lapangan.
  • Melakukan analisis kendala dan hambatan dalam melakukan penataan rumah kumuh selama ini.
  • Menyusun saran konsep penataan rumah kumuh Kota Bekasi Utara dimasa mendatang secara bertahap.


BAB II
LANDASAN TEORI

A.   Pengertian Perumahan
Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana lingkungan yaitu kelengkapan dasar fisik lingkungan, misalnya penyediaan air minum, pembuangan sampah, tersedianya listrik, telepon, jalan, yang memungkinkan lingkungan pemukiman berfungsi sebagaimana mestinya. Menurut WHO, rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung, dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik untuk kesehatan kelu arga dan individu (Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan, 2001).
Pemukiman sering disebut perumahan dan atau sebaliknya. Perumahan memberikan kesan tentang rumah beserta prasarana dan sarana lingkungannya. Perumahan mnitikberatkan pada fisik, atau benda mati yaitu houses dan land settlement. Pemukiman yang berasal dari kata ‘to settle’ atau berarti menempati atau mendiami ini berkembang menjadi sebuah proses yang berkelanjutan, yaitu pemukiman tidak menetap, semi menetap dengan pemukiman sementara atau musiman. Perumahan didefinisikan pula sebagai satu siri rumah yang disatukan di sebuah kawasan petempatan. Di dalam satu unsur perumahan terdapat beberapa sub unsur rumah-rumah dengan segala kemudahan fizikal seperti kedai-kedai, sekolah dan lain-lain. Di kawasan perumahan, masyarakat hidup berkelompok dan bersosialisasi antara satu sama yang lain. (Suparno, 2006).
Soedarsono, staf Ahli Menteri Negara Peruamhan Rakyat Bidang Hukum mengemukakan, jika suatu daerah telah tumbuh dan berkembang, rumah-rumah sebagai suatu proses bermukim yaitu kehadiran manusia dalam menciptakan ruang dalam lingkungan masyarakat dan alam sekitarnya dinamakan perumahan. Jadi, dapat dikatakan bahwa perumahan adalah kumpulan rumah-rumah sebagai tempat bermukim manusia dalam melangsungkan kehidupannya Rumah juga dijadikan sebagai tempat berlindung dan merupakan keperluan peringkat ke dua yang mesti dicapai untuk tujuan keselamatan sebelum keperluan-keperluan dalam peringkat yang lebih tinggi dipenuhi. Rumah sebagai keperluan diri dan keluarga yang memisahkan satu keluarga dengan keluarga yang lain. (Ridho, 2001 : 18).

B.   Pengertian dan Karakteristik Kumuh
Kumuh adalah keadaan yang mengandung sifat-sifat keusangan, banyak ditujukan kepada keadaan guna lahan atau zona atau kawasan yang sudah sulit diperbaiki lagi, jadi yang telah baik dibongkar, tapi juga dapat ditujukan kepada keadaan yang secara fisik masih cukup baik belum tua, tapi sudah tidak lagi memenuhi berbagai standar kelayakan.

Kriteria :
  • Pemandangan yang tidak enak untuk di pandang karena nilai estetikanya sudah tidak ada lagi
  • Tingkat kesehatan masyarakatnya kurang
  • Penataan ruangnya tidak beraturan
  • Tingkat keamanan dan kenyamanan sangat kurang
Indikator  :
  • Lokasi kumuh biasanya di daerah pinggiran
  • Di lingkungan kumuh kondisi bangunannya kurang handal
  • Penataan ruangnya tidak beraturan dan sangat rapat
  • Kualitas bangunan yang sangat rendah serta sarana dan prasarana lingkungan tidak memenuhi syarat 
  • Karena kepadatan yang sangat tinggi, maka mengakibatkan peredaran udara di dalam dan diluar rumah terasa kurang
  • Sarana jalan sangat terbatas dan umumnya banyak yang digenagi air kotor
  • Saluran air buangan tidak berfungsi
  • Banyak tumpukan sampah
  • Karena kepadatan bangunannya yang terlalu rapat dan padat, mengakibatkan daerah tersebut rawan bahaya kebakaran
  • Kehidupan social masyarakatnya sangat beragam
Parameter :
  • Kepadatan penduduknya lebih dari 100 Jiwa/Ha.
  • Besarnya KDB dan KLB dari bangunannya hampir mendekati atau sama dengan 100 %.
  • Ventilasi rumah < 4 m2
  • Sumber air minum atau mandi : kali selokan, danau, mata air, sumur dangkal tanpa dinding semen jarak dengan sungai/limbah < 5-8 m, sumur dengan dinding semen jaraknya < 8-10 M. Sumur pompa jarak dengan limbah < 10 m.
  • Untuk kawaasan kumuh yang berada di pinggir sungai, besarnya garis sempadan sungainya < 50 m untuk sungai kecil dan < 100 m untuk sungai besar atau tidak ada sama sekali garis sempadan sungainya.
Klasifikasi dari kumuh, dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasinya, yaitu :
  • Dipinggiran sungai
  • Dipinggir jalan kereta api
  • Di pinggir jalan

C.   Pengertian Perumahan Kumuh
Perumahan kumuh atau pemukiman kumuh adalah lingkungan hunian atau tempat tinggal/rumah beserta lingkungannya, yang berfungsi sebagai rumah tinggal dan sebagai sarana pembinaan keluarga, tetapi tidak layak huni ditinjau dari tingkat kepadatan penduduk, sarana dan prasarananya, fasilitas pendidikan, kesehatan serta sarana dan prasarana sosial budaya masyarakat.

D.   Pengertian dan Karakteristik Kawasan Kumuh
Kawasan kumuh adalah sebuah kawasan dengan tingkat kepadatan populasi tinggi di sebuah kota yang umumnya dihuni oleh masyarakat miskin. Kawasan kumuh dapat ditemui di berbagai kota besar di dunia. Kawasan kumuh umumnya dihubung-hubungkan dengan tingkat kemiaskinan dan pengangguran yang tinggi. Kawasan kumuh dapat pula menjadi sumber masalah sosial seperti kejahatan, obat - obatan terlarang dan minuman keras. Di berbagai negara miskin, kawasan kumuh juga menjadi pusat masalah kesehatan karena kondisinya yang tidak higienis.
Secara umum, daerah kumuh (slum area) diartikan sebagai suatu kawasan pemukiman atau pun bukan kawasan pemukiman yang dijadikan sebagai tempat tinggal yang bangunan-bangunannya berkondisi substandar atau tidak layak yang dihuni oleh penduduk miskin yang padat. Kawasan yang sesungguhnya tidak diperuntukkan sebagai daerah pemukiman di banyak kota besar, oleh penduduk miskin yang berpenghasilan rendah dan tidak tetap diokupasi untuk dijadikan tempat tinggal, seperti bantaran sungai, di pinggir rel kereta api, tanah-tanah kosong di sekitar pabrik atau pusat kota, dan di bawah jembatan.
Beberapa ciri-ciri daerah kumuh ini antara lain:
1)    Dihuni oleh penduduk yang padat, baik karena pertumbuhan penduduk akibat kelahiran maupun karena adanya urbanisasi.
2)    Dihuni oleh warga yang berpenghasilan rendah dan tidak tetap, atau berproduksi subsisten yang hidup di bawah garis kemiskinan.
3)    Rumah-rumah yang merupakan rumah darurat yang terbuat dari bahan-bahan bekas dan tidak layak.
4)    Kondisi kesehatan dan sanitasi yang rendah, biasanya ditandai oleh lingkungan fisik yang jorok dan mudahnya tersebar penyakit menular.
5)    Langkanya pelayanan kota seperti air bersih, fasilitas MCK, listrik, dsb.
6)    Pertumbuhannya yang tidak terencana sehingga penampilan fisiknya pun tidak teratur dan tidak terurus; jalan yang sempit, halaman tidak ada, dsb.
7)    Kuatnya gaya hidup “pedesaan” yang masih tradisional.
8)    Ditempati secara ilegal atau status hukum tanah yang tidak jelas ( bermasalah ).
9)    Biasanya ditandai oleh banyaknya perilaku menyimpang dan tindak kriminal.

E.    Sebab dan Proses Terbentuknya Pemukiman Kumuh
  • Sebab Terbentuknya Pemukiman Kumuh.
Dalam perkembangan suatu kota sangat erat kaitannya dengan mobilitas penduduknya. Masyarakat yang mampu cenderung memilih tempat huniannya keluar dari pusat kota. Sedangkan bagi masyarakat yang kurang mampu akan cenderung memilih tempat tinggal di pusat kota khususnya kelompok masyarakat urbanisasi yang ingin mencari pekerjaan dikota. Tidak tersedianya fasilitas perumahan yang terjangkau oleh kantong masyarakat yang kurang mampu serta kebutuhan akan akses ke tempat usaha menjadi penyebab timbulnya lingkungan pemukiman kumuh di perkotaan. Ledakan penduduk di kota-kota besar, baik karena urbanisasi maupun karena kelahiran yang tidak terkendali juga dapat menjadi salah satu penyebab terbentuknya pemukiman kumuh. Lebih lanjut, hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan antara pertambahan penduduk dengan kemampuan pemerintah untuk menyediakan pemukiman-pemukiman baru, sehingga para pendatang akan mencari alternatif tinggal di pemukiman kumuh untuk mempertahankan kehidupan di kota.
  • Proses Terbentuknya Pemukiman Kumuh.
Dibangunnya perumahan oleh sektor non-formal, baik secara perorangan maupun dibangunkan oleh orang lain dapat mengakibatkan munculnya lingkungan perumahan kumuh, yang padat, tidak teratur dan tidak memiliki prasarana dan sarana lingkungan yang memenuhi standar teknis dan kesehatan.

F.    Masalah-masalah Akibat Pemukiman Kumuh
Perumahan kumuh dapat mengakibatkan berbagai dampak. Dari segi pemerintahan, pemerintah dianggap dan dipandang tidak cakap dan tidak peduli dalam menangani pelayanan terhadap masyarakat. Sementara pada dampak sosial, dimana sebagian masyarakat kumuh adalah masyarakat berpenghasilan rendah dengan kemampuan ekonomi menengah ke bawah dianggap sebagai sumber ketidakteraturan dan ketidakpatuhan terhadap norma-norma sosial. Terbentuknya pemukiman kumuh yang sering disebut sebagai slum area dipandang potensial
Penduduk di pemukiman kumuh tersebut memiliki persamaan, terutama dari segi latar belakang sosial ekonomi-pendidikan yang rendah, keahlian terbatas dan kemampuan adaptasi lingkungan (kota) yang kurang memadai. Kondisi kualitas kehidupan ini yang mengakibatkan semakin banyaknya penyimpangan perilaku penduduk penghuninya. Terjadinya perilaku menyimpang ini karena sulitnya mencari atau menciptakan pekerjaan sendiri dengan keahlian dan kemampuan yang terbatas, selain itu juga karena menerima kenyataan bahwa impian yang mereka harapkan mengenai kehidupan di kota tidak sesuai dengan yang diharapkan dan tidak dapat memperbaiki kehidupan masyarakat.
Masyarakat yang tinggal di pemukiman kumuh pada umumnya terdiri dari golongan-golongan yang tidak berhasil mencapai kehidupan yang layak, sehingga tidak sedikit masyarakat yang menjadi pengangguran, gelandangan dan pengemis yang sangat rentan terhadap terjadinya perilaku menyimpang dan berbagai tindak kejahatan. Kondisi kehidupan yang sedang mengalami benturan antara perkembangan teknologi dengan keterbatasan potensi sumber daya yang tersedia juga turut membuka celah timbulnya perilaku menyimpang dan tindak kejahatan dari para penghuni pemukiman kumuh tersebut. Kecenderungan terjadinya perilaku menyimpang (deviant behaviour) ini juga diperkuat oleh pola kehidupan kota yang lebih mementingkan diri sendiri atau kelompoknya yang sering bertentangan dengan nilai-nilai moral dan norma-norma sosial dalam masyarakat.
Keadaan seperti itu cenderung menimbulkan masalah-masalah baru yang menyangkut:
a)    Masalah persediaan ruang yang semakin terbatas terutama masalah pemukiman untuk golongan ekonomi lemah dan masalah penyediaan lapangan pekerjaan di daerah perkotaan.
b)    Masalah perilaku menyimpang sebagai akibat dari adanya kekaburan atau ketiadaan norma pada masyarakat migran di perkotaan. Disamping itu juga pesatnya pertumbuhan penduduk kota dan lapangan pekerjaan di wilayah perkotaan mengakibatkan semakin banyaknya pertumbuhan pemukiman-pemukiman kumuh yang menyertainya dan menghiasi areal perkotaan tanpa penataan yang berarti.
Secara umum permasalahan yang sering terjadi di daerah pemukiman kumuh adalah:
1)    Ukuran bangunan yang sangat sempit dan tidak memenuhi standar untuk bangunan layak huni
2)    Rumah yang berhimpitan satu sama lain membuat wilayah pemukiman rawan akan bahaya kebakaran

3)    Sarana jalan yang sempit dan tidak memadai
4)    Tidak tersedianya jaringan drainase
5)    Kurangnya suplai air bersih
6)    Jaringan listrik yang semrawut
7)    Fasilitas MCK yang tidak memadai
                                                              
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

A.   Hasil Penelitian
1)  Observasi Lapangan
Beberapa pemukiman yang kami teliti belum tertata dengan baik, dimana jarak antar bangunan sangat padat dengan gang-gang yang tidak teratur. Pada dasarnya rumah-rumah ini tidak layak huni, tetapi para penghuni rumah tersebut tidak dapat berbuat banyak untuk memperbaiki rumah mereka, hal ini disebabkan faktor ekonomi. Sebagian besar penghuni pemukiman ini berprofesi sebagai pedagang keliling, ada juga yang berdagang makanan kecil di pelataran rumah mereka. Selain itu kondisi rumah yang mereka tempati termasuk kategori rumah yang tidak layak huni. Luas satu unit bangunan ±15 m2, dinding bangunannya terbuat dari seng, papan, triplek, dan sebagian besar dari tembok. Untuk atap bangunan menggunakan atap genting dan seng. Selain itu, ruang terbuka pada pemukiman ini sulit ditemukan karena telah dipadati oleh pemukiman. Sehingga tidak adanya penghijauan untuk mendapatkan udara yang segar. Kondisi jalan tidak beraturan dan rusak, semakin ke dalam wilayah pemukiman jalan semakin sempit, berkelok-kelok, dan orientasi gangnya tidak jelas. Beberapa bagian jalan dijumpai anak tangga naik ataupun turun yang curam dan tidak terawat. Terdapat banyak kendaraan motor yang berparkiran sehingga mempersempit jalan.



A.   Analisis Data
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, maka perlu adanya usaha perbaikan pada prasarana di pemukiman tersebut, antara lain:
  • Perbaikan pada kamar mandi yang berada di lokasi pemukiman dengan menyediakan WC dan bak mandi dengan harapan tidak ada lagi masyarakat yang membuang air besar di kali.
  • Perbaikan pada bangunan menggunakan bahan bangunan yang ekonomis tetapi secara konstruksi dapat menahan beban yang ada.
  • Perbaikan pada lingkungan dengan cara penataan penghijauan di ruang terbuka.
  • Perbaikan pengolahan sampah agar tidak merusak lingkungan.
  • Perbaikan sanitasi dan drainase.
  • Perbaikan jalan di pemukiman.


BAB IV
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Tumbuhnya pemukiman kumuh adalah akibat dari ledakan penduduk di kota-kota besar yang mengakibatkan ketidakseimbangan antara pertambahan penduduk dengan kemampuan pemerintah untuk menyediakan pemukiman-pemukiman baru sehingga para pendatang akan mencari alternatif tinggal di pemukiman kumuh untuk mempertahankan kehidupan di kota.
Daerah kumuh yang terbentuk ini sering dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan karena dapat menjadi sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya. Cara mengatasi pemukiman kumuh ini dapat dilakukan oleh pemerintah dengan cara menjalin kerjasama dengan pihak swasta dan masyarakat yang tinggal di pemukiman kumuh tersebut. Sehingga permasalahan pemukiman kumuh ini dapat diatasi dengan tuntas.
Berdasarkan analisis observasi di lapangan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Pemukiman wilayah Kaliabang Tengah dapat dikatakan pemukiman kumuh. Dari hasil penelitian, hal-hal yang dapat dijadikan suatu patokan untuk mengukur tingkat kekumuhan dari suatu pemukiman dapat dilihat dari :
  • Faktor ekonomi dan kemiskinan
  • Jumlah penduduk
  • Kondisi jalan
  • Kondisi bangunan
  • Kerapatan bangunan
  • Sanitasi
  • Drainase
  • Ruang terbuka hijau
  • Kebersihan lingkungan
  • Rehabilitasi lingkungan dan masyarakat.
B.   Saran
Permasalahan yang terjadi di lapangan ternyata cukup kompleks. Banyak hal-hal yang mempengaruhi timbul dan prosesnya kawasan menjadi suatu permukiman kumuh dengan berbagai macam karekteristik persoalan. Berbagai usaha telah dilakukan pemerintah dalam menangani hal ini namun masih banyak kita jumpai kawasan-kawasan kumuh seperti ini di Kota Bekasi Utara sekarang ini, tepatnya di wilayah Kaliabang Tengah.
1.Aspek Lokasi.
Melihat kondisi permukiman kumuh yang ada suatu tempat akan berbeda pula karakteristik permasalahannya dengan di tempat lainnya. Ini dapat disebabkan oleh banyak hal yang cukup kompleks. Dari hasil kajian yang telah ada sebelumnya, beberapa karakter non fisik yang muncul pada kawasan permukiman kumuh ini antara lain adalah bahwa suatu lokasi tersebut berada pada tanah milik atau tanah negara, adanya kesesuaian atau ketidaksesuaian terhadap rencana tata ruang yang telah ditetapkan, nilai strategis lahan yang dilihat secara ekonomis, dan juga adanya kerawanan terhadap kemiskinan.

 2.Aspek Bangunan.
Penataan pembangunan permukiman di Kota Bekasi Utara, antara lain :
  • Penyediaan rumah murah bagi kaum urban. Salah satu alternatifnya adalah Rumah Susun (Rusun) yang dalam hal ini bisa disediakan oleh Pemerintah Kota Bekasi Utara dan swasta. Untuk swasta perlu adanya pemberlakuan insentif dan disinsentif.
  • Penyediaan Rumah Murah di pinggir kota yang memungkinkan penghuni dapat memanfaatkan transportasi massal yang ada (adanya insentif dan disinsentif bagi pengembang swasta).
  • Menyiapkan hidran air dan MCK yang memadai sehingga dapat dimanfaatkan untuk keamanan lingkungan. Dengan padatnya bangunan, resiko kebakaran sangat tinggi maka akan sulit pemadaman kebakaran untuk menjangkau kawasan kumuh ini, sehingga perlu sumber air yang siap dimanfaatkan setiap saat.
  • Pemberlakuan peraturan secara lebih ketat pada daerah yang sudah dilakukan perencanaan tata ruangnya. Adanya upaya penegakan hukum dan instrumen pengendalian pembangunan.

3.Aspek Ekonomi.
Memberikan pelatihan kepada masyarakat yang memang ingin meningkatkan pekerjaan sambilan. Dengan meningkatnya ekonomi maka dengan sendirinya mereka mampu meningkatkan kualitas lingkungan tempat tinggalnya. Lapangan pekerjaan yang dapat dikaitkan dengan kondisi kualitas lingkungan adalah aspek pariwisata.


Senin, 08 Februari 2016

Tentang Pemetaan Sosial

METODE DAN TEKNIK PEMETAAN SOSIAL


PEMETAAN SOSIAL : DEFINISI DAN CAKUPAN
Dalam makalah ini pemetaan sosial (social mapping) didefinisikan sebagai proses penggambaran masyarakat yang sistematik serta melibatkan pengumpulan data dan informasi mengenai masyarakat termasuk di dalamnya profile dan masalah sosial yang ada pada masyarakat tersebut. Merujuk pada Netting, Kettner dan McMurtry (1993), pemetaan sosial dapat disebut juga sebagai social profiling atau “pembuatan profile suatu masyarakat”.
Pemetaan sosial dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan dalam Pengembangan Masyarakat yang oleh Twelvetrees (1991:1) didefinisikan sebagai “the process of assisting ordinary people to improve their own communities by undertaking collective actions.” Sebagai sebuah pendekatan, pemetaan sosial sangat dipengaruhi oleh ilmu penelitian sosial dan geography. Salah satu bentuk atau hasil akhir pemetaan sosial biasanya berupa suatu peta wilayah yang sudah diformat sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu image mengenai pemusatan karakteristik masyarakat atau masalah sosial, misalnya jumlah orang miskin, rumah kumuh, anak terlantar, yang ditandai dengan warna tertentu sesuai dengan tingkatan pemusatannya.
Perlu dicatat bahwa tidak ada aturan dan bahkan metoda tunggal yang secara sistematik dianggap paling unggul dalam melakukan pemetaan sosial. Prinsip utama bagi para praktisi pekerjaan sosial dalam melakukan pemetaan sosial adalah bahwa ia dapat mengumpulkan informasi sebanyak mungkin dalam suatu wilayah tertentu secara spesifik yang dapat digunakan sebagai bahan membuat suatu keputusan terbaik dalam proses pertolongannya. Mengacu pada Netting, Kettner dan McMurtry (1993:68) ada tiga alasan utama mengapa para praktisi pekerjaan sosial memerlukan sebuah pendekatan sistematik dalam melakukan pemetaan sosial:
1.   Pandangan mengenai “manusia dalam lingkungannya” (the person-in-environment) merupakan faktor penting dalam praktek pekerjaan sosial, khususnya dalam praktek tingkat makro atau praktek pengembangan masyarakat. Masyarakat dimana seseorang tinggal sangat penting dalam menggambarkan siapa gerangan dia, masalah apa yang dihadapinya, serta sumber-sumber apa yang tersedia untuk menangani masalah tersebut. Pengembangan masyarakat tidak akan berjalan baik tanpa pemahaman mengenai pengaruh-pengaruh masyarakat tersebut.
2. Pengembangan masyarakat memerlukan pemahaman mengenai sejarah dan perkembangan suatu masyarakat serta analisis mengenai status masyarakat saat ini. Tanpa pengetahuan ini, para praktisi akan mengalami hambatan dalam menerapkan nilai-nilai, sikap-sikap dan tradisi-tradisi pekerjaan sosial maupun dalam memelihara kemapanan dan mengupayakan perubahan.
3. Masyarakat secara konstan berubah. Individu-individu dan kelompok-kelompok begerak kedalam perubahan kekuasaan, struktur ekonomi, sumber pendanaan dan peranan penduduk. Pemetaan sosial dapat membantu dalam memahami dan menginterpretasikan perubahan-perubahan tersebut.

TUJUAN PEMETAAN SOSISAL
Secara khusus pemetaan sosial bertujuan agar :
1.     Tersusunnya indikator bobot masalah dan jangkauan fasilitas pelayanan sosial dalam  kegiatan penguatan.
2.     Diperolehnya peta digitasi sebagai dasar pengembangan informasi untuk penguatan kelompok-kelompok sosial.
3.     Diperolehnya peta-peta fematik dengan sistem informasi geografis (GIS), sehingga diketahui berbagai pengaruh budaya-budaya luar.
4.     Tersusunnya prioritas rencana program penguatan berdasarkan jenis masalah dan satuan wilayah komunitas yang ada pengaruhnya dari budaya-budaya luar.
5.     Dapat ditentukan alokasi program prioritas untuk kegiatan penguatan.
6.     Sebagai langkah awal pengenalan lokasi dan pemahaman terhadap kondisi masyarakat
7.     Untuk mengetahui kondisi sosial masyarakat.
8.     Sebagai dasar pendekatan dan metoda pelaksanaan melalui sosialisasi dan pelatihan.
9.     Sebagai dasar penyusunan rencana kerja yang bersifat taktis terhadap permasalahan yang dihadapi
10. Sebagai acuan dasar untuk mengetahui terjadinya proses perubahan sikap dan perilaku pada masyarakat.

MANFAAT PEMETAAN SOSIAL
Dalam pada itu pemetaan sosial mempunyai manfaat praktis antara lain :
1. Pemetaan masalah sosial dan potensi/sumber sosial yang merupakan bagian dari analisis situasi dan analisis kebutuhan untuk kegiatan penguatan.
2. Gambaran dasar survei disajikan dalam bentuk struktur ruang/daerah lebih komukatif.
3. Pemantauan tentang perubahan tata ruang kondisi daerah suatu komunitas
4. Analisis prioritas masalah dan lokasi untuk perencanaan kegiatan penguatan.

JENIS – JENIS PEMETAAN SOSISAL
       Social mapping sebenarnya bisa dilakukan oleh siapa saja, asalkan tahu data apa yang akan dicari dan bagaimana mencarinya. Serta kemampuan komunikasi dan menggali data di lapangan. Untuk itu di pecahkan menjadi dua bentuk :
■  INTERNAL
Social mapping yang dilakukan oleh pihak bagian dari lembaga itu sendiri. diantaranya oleh:
a.    Person In Charge (PIC)
b.    Community Development Officer
c.    Petugas Lapangan
■  INDEPENDENT
Social mapping yang dilakukan oleh pihak diluar dari lembaga itu sendiri . diantaranya oleh :
a.    Akademisi
b.    LSM
c.    Lembaga penelitian

OUTPUT YANG DIHARAPKAN
1.  Data Demografi : jumlah penduduk, komposisi penduduk menurut usia, gender, mata pencaharian, agama, pendidikan, dll.
2.  Data Geografi : topografi, letak lokasi ditinjau dari aspek geografis, aksesibilitas lokasi, pengaruh lingkungan geografis terhadap kondisi sosial masyarakat, dll.
3.   Data psikografi : nilai-nilai dan kepercayaan yang dianut, mitos, kebiasaan-kebiasaan, adat istiadat, karakteristik masyarakat, pola hubungan sosial yang ada, motif yang menggerakkan tindakan masyarakat, pengalaman-pengalaman masyarakat terutama terkait dengan mitigasi bencana, pandangan, sikap, dan perilaku terhadap intervensi luar, kekuatan sosial yang paling berpengaruh, dll.
4.   Pola komunikasi : media yang dikenal dan digunakan, bahasa, kemampuan baca tulis, orang yang dipercaya, informasi yang biasa dicari, tempat memperoleh informasi

PERSPEKTIF DASAR PEMETAAN SOSIAL
1.      Komponen masyarakat : (individu, keluarga, komunitas, masyarakat sipil, institusi negara)
2.    Dimensi-dimensi masyarakat (struktur sosial, relasi sosial, proses sosial, nilai sosial), yaitu dimensi struktur sosial, relasi sosial. Proses kehidupan sosial, dan nilai-nilai sosial didaerah / daerah perbatasan dengan komunitas yang lain yang banyak pengaruhnya dari budaya-budaya luar.

INDIKATOR YANG DIGUNAKAN DALAM PEMETAAN SOSIAL
1.    Untuk memperoleh informasi tentang kemajuan sosial sangat tergantung pada ketersediaan indikator-indikator sosial.
2.      Definisi indikator sosial: definisi operasional atau bagian dari definisi operasional dari suatu konsep utama yang memberikan gambaran sistem informasi tentang suatu sistem sosial.

ASUMSI PEMETAAN SOSISAL
1.      Ada hubungan antar kondisi spasial (tata ruang) dengan fungsi-fungsi yang berlaku pada masyarakat.
2.     Kondisi sosial merupakan informasi atau fakta sosial yang dapat menggambarkan pola-pola, keteraturan, perubahan, dinamika sosial
3.      Pemetaan Sosial merupakan cara untuk mengkaji “Social Inquary”

MEMAHAMI MASYARAKAT DAN MASALAH SOSIAL
Pemetaan sosial memerlukan pemahaman mengenai kerangka konseptualisasi masyarakat yang dapat membantu dalam membandingkan elemen-elemen masyarakat antara wilayah satu dengan wilayah lainnya. Misalnya, beberapa masyarakat memiliki wilayah (luas-sempit), komposisi etnik (heterogen-homogen)_dan status sosial-ekonomi (kaya-miskin atau maju-tertinggal) yang berbeda satu sama lain. Dalam makalah ini, kerangka untuk memahami masyarakat akan berpijak pada karya klasik Warren (1978), The Community in America, yang dikembangkan kemudian oleh Netting, Kettner dan McMurtry (1993:68-92). Sebagaimana digambarkan Tabel 1, kerangka pemahaman masyarakat dan masalah sosial terdiri dari 4 fokus atau variabel dan 9 tugas.
Focus A: Pengidentifikasian Populasi Sasaran
Tugas 1: Memahami karakteristik anggota populasi sasaran
·     Apa yang diketahui mengenai sejarah populasi sasaran pada masyarakat ini?
·     Berapa orang jumlah populasi sasaran dan bagaimana karakteristik mereka?
·     Bagaimana orang-orang dalam populasi sasaran memandang kebutuhan-kebutuhannya?
·     Bagaimana orang-orang dalam populasi sasaran memandang masyarakat dan kepekaannya dalam merespon kebutuhan-kebutuhan mereka?

Focus B: Penentuan Karakteristik Masyarakat
Tugas 2: Mengidentifikasi batas-batas masyarakat.
·     Apa batas wilayah geografis dimana intervensi terhadap populasi sasaran akan dilaksanakan?
·     Dimana anggota-anggota populasi sasaran berlokasi dalam batas wilayah geografis?
·     Apa hambatan fisik yang ada dalam populasi sasaran?
·     Bagaimana kesesuaian batas-batas kewenangan program-program kesehatan dan pelayanan kemanusiaan yang melayani populasi sasaran?  
Tugas 3: Menggambarkan masalah-masalah sosial
·     Apa permasalahan sosial utama yang mempengaruhi populasi sasaran pada masyarakat ini?
·     Adakah sub-sub kelompok dari populasi sasaran yang mengalami permasalahan sosial utama?
·     Data apa yang tersedia mengenai permasalahan sosial yang teridentifikasi dan bagaimana data tersebut digunakan di dalam masyarakat?
·     Siapa yang mengumpulkan data, dan apakah ini merupakan proses yang berkelanjutan?
Tugas 4: Memahami nilai-nilai dominan
·     Apa nilai-nilai budaya, tradisi, atau keyakinan-keyakinan yang penting bagi populasi sasaran?
·     Apa nilai-nilai dominan yang mempengaruhi populasi sasaran dalam masyarakat?
·     Kelompok-kelompok dan individu-individu manakah yang menganut nilai-nilai tersebut dan siapa yang menentangnya?
·     Apa konflik-konflik nilai yang terjadi pada populasi sasaran? 
Focus C: Pengakuan Perbedaan-Perbedaan
Tugas 5. Mengidentifikasi mekanisme-mekanisme penindasan yang tampak dan formal.
·     Apa perbedaan-perbedaan yang terlihat diantara anggota-amggota populasi sasaran?
·     Apa perbedaan-perbedaan yang terlihat antara anggota populasi sasaran dengan kelompok-kelompok lain dalam masyarakat?
·     Bagaimana perbedaan-perbedaan populasi sasaran dipandang oleh masyarakat yang lebih besar?
·     Dalam cara apa populasi sasaran tertindas berkenaan dengan perbedaan-perbedaan tersebut?
·     Apa kekuatan-kekuatan populasi sasaran yang dapat diidentifikasi dan bagaimana agar kekuatan-kekuatan tersebut mendukung pemberdayaan?
Tugas 6. Mengidentifikasi bukti-bukti diskriminasi
·     Adakah hambatan-hambatan yang merintangi populasi sasaran dalam berintegrasi dengan masyarakat secara penuh?
·     Apa bentuk-bentuk diskriminasi yang dialami oleh populasi sasaran dalam masyarakat?
Focus D: Pengidentifikasian Struktur
Tugas 7. Memahami lokasi-lokasi kekuasaan.
·     Apa sumber-sumber utama pendanaan (baik lokal maupun dari luar masyarakat) bagi pelayanan kesehatan dan kemanusiaan yang dirancang bagi populasi sasaran dalam masyarakat?
·     Adakah pemimpin-pemimpin kuat dalam segmen pelayanan kesehatan dan kemanusiaan yang melayani populasi sasaran?
·     Apa tipe struktur kekuasaan yang mempengaruhi jaringan pemberian pelayanan yang dirancang bagi populasi sasaran?
Tugas 8. Menentukan ketersediaan sumber.
·     Apa lembaga-lembaga dan kelompok-kelompok masyarakat yang ada pada saat ini yang dipandang sebagai pemberi pelayanan bagi populasi sasaran?
·     Apa sumber utama pendanaan pelayanan-pelayanan bagi populasi sasaran?
·     Apa sumber-sumber non-finansial yang diperlukan dan tersedia?
Tugas 9. Mengidentifikasi pola-pola pengawasan sumber dan pemberian pelayanan.
·     Apa kelompok-kelompok dan asosiasi-asosiasi yang mendukung dan memberikan bantuan terhadap populasi sasaran?
·     Bagaimana distribusi sumber bagi populasi sasaran dipengaruhi oleh interaksi di dalam masyarakat?
·     Bagaimana distribusi sumber bagi populasi sasaran dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan masyarakat ekstra?

PENDEKATAN PEMETAAN SOSIAL
Metode dan teknik pemetaan sosial yang akan dibahas pada makalah ini meliputi survey formal, pemantauan cepat (rapid appraisal) dan metode partisipatoris (participatory method) (LCC, 1977; Suharto, 1997; World Bank, 2002). Dalam wacana penelitian sosial, metode survey formal termasuk dalam pendekatan penelitian makro-kuantitatif, sedangkan metode pemantauan cepat dan partisipatoris termasuk dalam penelitian mikro-kualitatif (Suharto, 1997).
A.    Survey Formal
Survey formal dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi standar dari sampel orang atau rumahtangga yang diseleksi secara hati-hati. Survey biasanya mengumpulkan informasi yang dapat dibandingkan mengenai sejumlah orang yang relatif banyak pada kelompok sasaran tertentu.
Beberapa metode survey formal antara-lain:
1.   Survey Rumahtangga Beragam-Topik (Multi-Topic Household Survey). Metode ini sering disebut sebagai Survey Pengukuran Standar Hidup atau Living Standards Measurement Survey (LSMS). Survey ini merupakan suatu cara pengumpulan data mengenai berbagai aspek standar hidup secara terintegrasi, seperti pengeluaran, komposisi rumah tangga, pendidikan, kesehatan, pekerjaan, fertilitas, gizi, tabungan, kegiatan pertanian dan sumber-sumber pendapatan lainnya.
2.   Kuesioner Indikator Kesejahteraan Inti (Core Welfare Indicators Questionnaire atau CWIQ). Metode ini merupakan sebuah survey rumah tangga yang meneliti perubahan-perubahan indikator sosial, seperti akses, penggunaan, dan kepuasan terhadap pelayanan sosial dan ekonomi. Metode ini meupakan alat yang cepat dan effektif untuk mengetahui rancangan kegiatan pelayanan bagi orang-orang miskin. Jika alat ini diulang setiap tahun, maka ia dapat digunakan untuk memonitor keberhasilan suatu kegiatan. Sebuah hasil awal dari survey ini umumnya dapat diperoleh dalam waktu 30 hari.
3.   Survey Kepuasan Klien (Client Satisfaction Survey). Survey ini digunakan untuk meneliti efektifitas atau keberhasilan pelayanan pemerintah berdasarkan pengalaman atau aspirasi klien (penerima pelayanan). Metode yang sering disebut sebagai service delivery survey ini mencakup penelitian mengenai hambatan-hambatan yang dihadapi penerima pelayanan dalam memperoleh pelayanan publik, pandangan mereka mengenai kualitas pelayanan, serta kepekaan petugas-petugas pemerintah.
4.   Kartu Laporan Penduduk (Citizen Report Cards). Teknik ini sering digunakan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Mirip dengan Survey Kepuasan Klien, penelitian difokuskan pada tingkat korupsi yang ditemukan oleh penduduk biasa. Penemuan ini kemudian dipublikasikan secara luas dan dipetakan sesuai dengan tingkat dan wilayah geografis.
5.   Laporan Statistik. Pekerja sosial dapat pula melakukan pemetaan sosial berdasarkan laporan statistik yang sudah ada. Laporan statistik mengenai permasalahan sosial seperti jumlah orang miskin, desa tertinggal, status gizi, tingkat buta huruf, dll. biasanya dilakukan dan dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan data sensus.

B.     Pemantauan Cepat (Rapid Appraisal Methods)
Metode ini merupakan cara yang cepat dan murah untuk mengumpulkan informasi mengenai pandangan dan masukan dari populasi sasaran dan stakeholders lainnya mengenai kondisi geografis dan sosial-ekonomi.
Metode Pemantauan Cepat meliputi:
1. Wawancara Informan Kunci (Key Informant Interview). Wawancara ini terdiri serangkaian pertanyaan terbuka yang dilakukan terhadap individu-individu tertentu yang sudah diseleksi karena dianggap memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai topik atau keadaan di wilayahnya. Wawancara bersifat kualitatif, mendalam dan semi-terstruktur.
2. Diskusi Kelompok Fokus (Focus Group Discussion). Disikusi kelompok dapat melibatkan 8-12 anggota yang telah dipilih berdasarkan kesamaan latarbelakang. Perserta diskusi bisa para penerima pelayanan, penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), atau para ketua Rukun Tetangga. Fasilitator menggunakan petunjuk diskusi, mencatat proses diskusi dan kemudian memberikan komentar mengenai hasil pengamatannya.
3. Wawancara Kelompok Masyarakat (Community Group Interview). Wawancara difasilitasi oleh serangkaian pertanyaan yang diajukan kepada semua anggota masyarakat dalam suatu pertemuan terbuka. Pewawancara melakukan wawancara secara hati-hati berdasarkan pedoman wawancara yang sudah disiapkan sebelumnya.
4. Pengamatan Langsung (Direct Observation). Melakukan kunjungan lapangan atau pengamatan langsung terhadap masyarakat setempat. Data yang dikumpulkan dapat berupa informasi mengenai kondisi geografis, sosial-ekonomi, sumber-sumber yang tersedia, kegiatan program yang sedang berlangsung, interaksi sosial, dll.
5. Survey Kecil (Mini-Survey). Penerapan kuesioner terstruktur (daftar pertanyaan tertutup) terhadap sejumlah kecil sample (antara 50-75 orang). Pemilihan responden dapat menggunakan teknik acak (random sampling) ataupun sampel bertujuan (purposive sampling). Wawancara dilakukan pada lokasi-lokasi survey yang terbatas seperti sekitar klinik, sekolah, balai desa.

C.    Metode Partisipatoris
Metode partisipatoris merupakan proses pengumpulan data yang melibatkan kerjasama aktif antara pengumpul data dan responden. Pertanyaan-pertanyaan umumnya tidak dirancang secara baku, melainkan hanya garis-garis besarnya saja. Topik-topik pertanyaan bahkan dapat muncul dan berkembang berdasarkan proses tanya-jawab dengan responden. Terdapat banyak teknik pengumpulan data partisipatoris. Empat di bawah ini cukup penting diketahui:
1.   Penelitian dan Aksi Partisipatoris (Participatory Research and Action). Metode yang terkenal dengan istilah PRA (dulu disebut Participatory Rural Appraisal) ini merupakan alat pengumpulan data yang sangat berkembang dewasa ini. PRA terfokus pada proses pertukaran informasi dan pembelajaran antara pengumpul data dan responden. Metode ini biasanya menggunakan teknik-teknik visual (penggunaan tanaman, biji-bijian, tongkat) sebagai alat penunjuk pendataan sehingga memudahkan masyarakat biasa (bahkan yang buta huruf) berpartisipasi. PRA memiliki banyak sekali teknik, antara lain Lintas Kawasan, Jenjang Pilihan dan Penilaian, Jenjang Matrik Langsung, Diagram Venn, Jenjang Perbandingan Pasangan (Suharto, 1997; 2002; Hikmat, 2001).
2.   Stakeholder Analysis. Analisis terhadap para peserta atau pengurus dan anggota suatu program, proyek pembangunan atau organisasi sosial tertentu mengenai isu-isu yang terjadi di lingkungannya, seperti relasi kekuasaan, pengaruh, dan kepentingan-kepentingan berbagai pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan. Metode ini digunakan terutama untuk menentukan apa masalah dan kebutuhan suatau organisasi, kelompok, atau masyarakat setempat.
3.   Beneficiary Assessment. Pengidentifikasian masalah sosial yang melibatkan konsultasi secara sistematis dengan para penerima pelayanan sosial. Tujuan utama pendekatan ini adalah untuk mengidentifikasi hambatan-hambatan partisipasi, merancang inisiatif-inisiatif pembangunan, dan menerima masukan-masukan guna memperbaharui sistem dan kualitas pelayanan dan kegiatan pembangunan.
4.   Monitoring dan Evaluasi Partisipatoris (Participatory Monitoring and Evaluation). Metode ini melibatkan anggota masyarakat dari berbagai tingkatan yang bekerjasama mengumpulkan informasi, mengidentifikasi dan menganalisis masalah, serta melahirkan rekomendasi-rekomendasi.

LANGKAH STRATEGIS DALAM PEMETAAN SOSIAL
1.  Membuat batasan wilayah, klasifikasi atau stratifikasi untuk memahami keseluruhan situasi dan posisi relatif dalam konteks yang lebih luas.
2.     Membuat profil dari setiap wilayah dan kelompok sosial masyarakat dari pengaruh budaya-budaya luar untuk menjelaskan karakteristik dari populasi dan identifikasi faktor sosial ekonomi yang dapat memepengaruhi perkembangan fungsi sosial masyarakat.
3.   Identifikasi masalah, potensi dan indikator dasar yg memberikan gambaran tentang bobot masalah dan strategi alokasi sumber pada setiap wilayah/ kelompok.


KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PEMETAAN SOSIAL
A. Kelebihan pemetaan sosial :
1.     Mengidentifikasi dan mengukur kondisi modal sosial di daerah yang diteliti
2.   Menganalisis keterkaitan antara modal sosial dengan penanggulangan kemiskinan di suatu daerah yang diteliti
3.    Merumuskan desain pemanfaatan modal sosial untuk penanggulangan kemiskinan di suatu daerah yang diteliti
B. Kelemahan Pemetaan Sosial :
1.  Lembaga harus mempunyai aturan
Kajian dipahami oleh masyarakat pada lembaga lembaga yang ada di desa yang sudah mapan atau yang mempunyai aturan yang jelas . adapun paguyuban atau perkumpulan yang ada di masyarakat kadang tidak bisa dibaca secara jelas . di samping itu koordinasi antar anggota lembaga juga dirasa masih sangat kurang , bahkan terkesan tidak ada kompetisi dalam memajukan masyarakat desa .
2.   Tidak bisa merubah lembaga
      Mereka menyadari , jika hanya kajian saja yang dilakukan , maka tidak bisa merubah lembaga yang ada di lingkungan mereka. Masyarakat hanya mengetahui peran dan fungsi lembaga secara keseluruhan yang ada di tingkat desa. Namun kajian ini tidak sekaligus bisa atau mampu memperbaiki lembaga lembaga yang ada. Artinya tidak semua lembaga dapat diaktifkan namun pengembangan kelembagaan harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat lokal .
3.  Modal Sosial Lemah
Dalam lembaga lembaga yang ada di tingkat desa dianggap oleh masyarakat  memiliki modal sosial yang lemah , sehingga rentan akan ketidak aktifan .



DAFTAR PUSTAKA
Hikmat, Harry (2001), Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Bandung: Humaniora Utama.
LCC (League of California Cities) (1977), “Problem Analysis: Data Collection Technique”, dalam Gilbert, Neil dan Harry Specht, Planning for Social Welfare: Issues, Models and Tasks, New Jersey: Prentice-Hall, hal. 311-323.
Netting, F. Ellen, Peter M. Kettner dan Steven L. McMurtry (1993), Social Work Macro Practice, New York: Longman.
Suharto, Edi (1997), Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Spektrum Pemikiran, Bandung: Lembaga Studi Pembangunan STKS (LSP-STKS).
-------- (2002), Profiles and Dynamics of the Urban Informal Sector in Bandung: A Study of Pedagang Kakilima, unpublished PhD thesis, Palmerston North: Massey University
Twelvetrees, A. (1991), Community Work, London: McMillan.
Warren, R. L. (1978), The Community in America, Chicago: Rand McNally.

World Bank (2002), Monitoring and Evaluation: Some Tools, Methods and Approaches, Washington D.C.: The World Bank